Minggu, 27 Mei 2018

Osteoporosis


Tulang merupakan organ yang dinamis, selalu berubah dan mengalami pembaharuan. Proses pembaharuan ini dimulai dengan proses pengeroposan tulang (resorpsi) yang diikuti dengan proses pembentukan tulang (formasi) di tempat pengeroposan terjadi, sehingga tulang pada bagian tersebut diganti oleh tulang yang lebih baru.
Pada osteoporosis (rapuh tulang) proses pengeroposan terjadi berlebihan, tidak diikuti oleh proses pembentukan yang cukup, atau merupakan kombinasi keduanya, sehingga akan ditemukan berkurangnya massa tulang dan adanya kelainan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang serta resiko terjadinya patah tulang. Jadi secara luas pada osteoporosis tulang mengalami mineralisasi namun strukturnya abnormal rapuh (kebalikan dari Osteomalasia, yaitu keadaan dengan inadekuat proses kalsifikasi matriks), kekuatannya kurang dibanding pada orang normal dengan umur dan jenis kelamin sesuai.
Dari gambaran radiologis ditemukan hilangnya gambaran trabekular dan penipisan dari korteks. Istilah “osteopenia” kadang-kadang digunakan untuk menggarmbarkan tulang yang tampak kurang densitasnya dibanding normal pada X-ray, tanpa membedakan apakah hilangnya densitas tersebut akibat osteoporosis atau osteomalasia, atau keadaan patologis lainnya. Untuk menghindarkan kekeliruan tersebut osteoporosis dilihat dari BMD dengan pemeriksaan DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry) pada tulang belakang dan panggul.
Osteoporosis dapat ditemukan pada tulang tertentu atau kelompok tulang --- osteoporosis regional (akibat disuse), atau tampak mengenai keseluruhan tulang --- osteoporosis generalis. Dikenal pula  pembagian sebagai Primer, dimana tidak ditemukan adanya penyebab khusus, namun biasanya berhubungan dengan proses penuaan dan penurunan fungsi gonadal, dan Sekunder akibat proses endokrin, metabolik dan neoplasma.
Gambaran dari dampak terjadinya osteoporosis sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari hasil penelitian di Amerika Serikat lebih dari 25 juta penduduk menderita osteoporosis, 1,3 juta darinya mengalami patah tulang dan lebih dari 75 juta penduduk dunia mengalami osteoporosis. Untuk Indonesia belum ada data lengkap perihal kejadian osteoporosis, namun ditaksir pada tahun 2000 sekitar 5-6juta wanita dan 3-4juta pria mengalami osteoporosis. Untuk masa mendatang dipekirakan sejalan dengan jumlah lansia yang meningkat, kasus osteoporosis akan meningkat pula dan resiko patah tulang meningkat serta biaya pengobatan/perawatan akan meningkat pula.
Osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi, suatu penyakit tulang yang kejadiannya berlangsung menahun. Keluhan atau gejala klinik yang dirasakan sangat bervariasi, terkadang tanpa gejala dan tidak terdeteksi, sampai timbul gejala nyeri karena mikrofraktur, untuk akhirnya mengalami  patah tulang anggota gerak yang spontan karena ruda paksa yang minimal.
Secara patologi, pada osteoporosis ditemukan ketidakseimbangan antara formasi tulang dan resorpsi tulang yang mengenai tulang trabekular daripada tulang cortikal, sehingga tampak adanya gambaran trabekular tipis dan keropos. Osteoporosis pada columna vertebralis dan metafisis dari tulang panjang tampak lebih berat, karena pada bagian ini mengandung banyak tulang cancelous. Tulang kortikal tetap mengalami penipisan dan pengeroposan. Karena kondisi rapuh ini mengakibatkan fraktur patologis baik yang nyata terlihat atau hanya pada tingkatan mikroskopik karena ruda paksa berat maupun ringan. Fraktur patologis sering terjadi pada bagian metafisis tulang cancelous tulang panjang (columna femoris, colum humerus, distal radius) dan tulang belakang. Mikrofraktur yang berulang pada tulang belakang mengakibatkan deformitas baji pada tulang belakang, sering pada thorakal 11-Lumbal 1 dan kifosis dorsal yang lambat namun progresif serta kehilangan tinggi badan.
2. OSTEOPOROSIS PRIMER
            Osteoporosis primer umumnya tampak sebagai suatu bentuk fisiologis kerapuhan tulang yang secara normal berhubungan dengan penuaan dan hilangnya aktifitas gonadal. Pada sindroma post menopause dini ditemukan  kerapuhan tulang yang cepat akibat peningkatan proses resorpsi oleh osteoclast (tipe 1/high turn-over osteoporosis) sedang pada keadaan lain yang mana sering terjadi pada orang tua ditemukan penurunan secara gradual aktivitas osteoblast serta insufisiensi makanan dan penyakit kronis (tipe 2/low turn-over osteoporosis)

Osteoporosis Pasca Menopause

            Wanita menopause dan masa 10 tahun kemudian, rata-rata percepatan tulang menjadi rapuh kurang lebih 3% per tahun, dibandingkan  dengan 0,3% pada masa sebelumnya. Hal ini diakibatkan peningkatan resorpsi tulang. Akibat tidak adanya estrogen meningkatkan aktifitas osteoclast, pada beberapa kasus proses ini terjadi luar biasa dan menghasilkan osteoporosis dan kerusakan skeletal.
Faktor resiko :
1.      Etnis caucasoid (orang kulit putih) dan asia
2.      Riwayat keluarga dengan osteoporosis
3.      Riwayat anoreksia nervosa dan atau amenorrhea
4.      Menopause dini
5.      Riwayat histerektomi dini
6.      Postur tubuh kurus
7.      Riwayat insufisiensi diet
8.      Alkohol
9.      Perokok
10.  Kurang latihan tubuh yang lama

Gambaran Klinik

-          Nyeri pada tulang belakan
-          Kifosis thoracik yang meningkat
-          Tinggi badan “berkurang”
-          X-ray : wedging/kompresi dari satu atau lebih columna vertebralis, fraktur pada distal radius atau bagian pangkal dari tulang-tulang lain.
-          DEXA : densitas tulang belakang/columna femoris berkurang.
Pencegahan dan Penanganan
-          Pemeriksaan densitometri tulang (DEXA) secara teratur.
-          Pada wanita yang mendekati masa menopause disarankan untuk mempertahankan kadar kalsium dan vitamin D secara adekuat.
-          Menghindari merokok dan konsumsi alkohol berlebihan.
-          Bila perlu, dianjurkan mengkonsumsi suplemen kalsium dan vitamin D.
-          Pengobatan estrogen (Hormonal Replacement Therapy, HRT) merupakan cara yang paling efektif untuk mempertahankan densitas tulang dan mengurangi resiko fraktur pada wanita menopause. Namun ditemukan resiko perdarahan setelah menopause dan kekhawatiran tentang peningkatan insiden kanker payudara dan rahim setelah terapi jangka panjang.
-          Bisphosphonate, mencegah rapuh tulang dan mengurangi resiko fraktur tulang belakang dan  panggul.
-          Calcitonin, mempunyai efek cukup baik, tersedia dalam bentuk nasal spray.
-          Fluoride (sodium fluoride), merangsang aktifitas osteoblas.

Osteoporosis Senile

            Lima belas tahun setelah menopause pada wanita dan pada usia yang sama (dekade 7-8) pada pria ditemukan hilangnya massa tulang yang stabil sekitar 0,5% pertahun, merupakan manifestasi fisiologis dari proses penuaan. Kebanyakan orang, sering pada wanita, kerapuhan tulang tersebut mencapai keadaan fraktur akibat trauma ringan. Hal ini sering pada wanita yang sudah menunjukkan tanda-tanda kekurangan massa tulang semasa menopause, secara bermakna insidens fraktur tulang belakang meninggi mulai pada usia 50 tahun keatas, dan pada usia 70 tahun hampir 3 wanita kulit putih mengalami paling tidak fraktur pada 1 tulang belakang. Pada usia 65 tahun ke atas meningkat pula insiden fraktur columna femoris.

Faktor Resiko

            Faktor resiko pada osteoporosis ini mirip dengan osteoporosis pasca menopause, dengan beberapa tambahan. Adanya peningkatan insiden dengan riwayat penyakit kronis, insufisiensi urinarius ringan, defisiensi diet, kurang terpajan sinar matahari, muskular distrofi, faktor mudahnya kehilangan keseimbangan dan peningkatan tendensi untuk jatuh. Banyak orang tua menderita kekurangan vitamin D dan mengalami osteomalasia ringan.

Gambaran Klinik

            Tanda dan gejala lebih hebat dibanding pada osteoporosis pasca menopause. Dapat ditemukan fraktur tulang iga dan ramus pubis. Kasus yang klasik/tersering adlah fraktur columna femoris.

Penanganan

            Penanganan diarahkan untuk mengatasi fraktur, hal ini sering dibutuhkan fiksasi internal (operatif), semakin cepat mobilisasi dan rehabilitasi semakin baik.
            Perlu diperhatikan terhadap faktor-faktor yang menjadi resiko seperti riwayat penyakit kronis, defisiensi diet, kurang terpajan sinar matahari dan kurang latihan. Bila diragukan asupan vitamin D dan kalsium secara adekuat dapat diberikan suplemen.
3. OSTEOPOROSIS SEKUNDER
            Beberapa keadaan merupakan penyebab osteoporosis sekunder (tabel). Yang paling penting adalah hiperkortisonism, defisiensi hormon gonadal, alkohol kronik dan imobilisasi.
Beberapa Penyebab Osteoporosis
1. Nutritional   :
-          Scurvy
-          Malnutrisi
-          Malabsorbsi
2. Kelainan endokrin :
-          Hiperparatiroid
-          Insufisiensi gonadal
-          Sindroma cushing
-          Tirotoksikosis
3. Obat-obatan :
-          Kortikosteroid
-          Alkohol
-          Heparin
4. Keganasan :
-          Karsinoma
-          Multiple myeloma
-          Leukemia
5. Penyakit non keganasan :
-          Rheumatoid arthritis
-          Ankylosing spondylitis
-          Tuberkulosis
-          Penyakit renal kronis
6. Idiopatik :
-          Juvenile osteoporosis
-          Post-climacteric osteoporosis

Hiperkortisonism

            Kelebihan glukortikoid ditemukan pada penyakit Cushing endogen atau setelah pengobatan lama kortiosteroid. Hal ini sering menyebabkan osteoporosis berat, terutama pada kondisi dimana pemberian obat berhubungan dengan proses rapuh tulang sebagai contoh pada rheumatoid arthritis. Efek yang timbul pda tulang terutama adalah penekanan fungsi osteoblast, namun ditemukan pula penurunan absorbsi kalsium, peningkatan ekskresi kalsium dan perangsangan sekresi PTH. Resorbsi tulang secara jelas meningkat  dan formasi ditekan.
            Penanganan menjadi masalah karena obat tersebut sangat penting untuk mengendalikan penyakit sistemik. Namun begitu dosis kortikosteroid harus tetap minimum, serta preparat untuk intra artikuler dan obat kulit dapat diserap dan mungkin menyebabkan efek sistemik bila diberikan pada dosis tinggi atau penggunaan yang lama. Penderita yang mendapat terapi glukokortikoid lama secara ideal perlu dipantau untuk densitas tulangnya.
            Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian suplemen kalsium (paling sedikit 1500 mg per hari) dan vitamin D. Pada wanita pasca menopause dan pria lanjut usia, terapi HRT adalah penting. Bisphosphonate juga efektif untuk menghambat resospsi tulang.

Insufisiensi Hormon Gonadal

            Kekurangan estrogen merupakan faktor penting pada osteoporosis pasca menopause. Juga ditemukan pada wanita muda dengan riwayat oophorectomy serta gadis pubertal dengan agenesis ovarium dan amenorrhea primer (sindroma Turner). Proses pengeroposan tulang berikunya dapat dicegah dengan HRT jangka panjang.
            Penurunan fungsi testis merupakan salah satu faktor penyebab pengeroposan tulang dan kemungkinan fraktur pada pria di atas 70 tahun, pada pria muda dengan hipogonadism. Keadaan ini membutuhkan pengobatan testoteron jangka panjang.

Hipertiroidism

            Tiroksin mempercepat proses pembentukan tulang dengan proses resorpsi lebih cepat dibanding formasi. Osteoporosis sering ditemukan pada keadaan hipertiroidism namun fraktur umumnya muncul hanya pada wanita tua yang menderita efek kumulatif dari menopause dan kelebihan tiroid tersebut.
            Pada kasus berat dapat ditemukan osteoporosis yang berat dan menyebar, dengan fraktur spontan, ditemukan peningkatan serum alkaline phosphate, hipercalcemia dan hipercalciuri. Pengobatan ditujukan untuk osteoporosis dan tirotoksikosis.
Oleh : dr Edi B Susanto SpOT
 
Sumber :
1.      Miller, Mark D. 2000. Review of Orthopaedics. Third Edition. W.B. Saunders Co. : Philadelphia. P.32-34.
2.      Salter, Robert Bruce. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System. Third Edition. Williams & Wilkins : Philadelphia. P.190-194.
3.      Solomon, Louis. Warwick, Davic. Nayagam, Selvadurai. 2001. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 8th edition. Arnold : London. p.115-119.

0 komentar

Posts a comment

 
© Antam Medika
Designed by Team AntamMedika
Back to top