Osteoporosis
Tulang
merupakan organ yang dinamis, selalu berubah dan mengalami pembaharuan.
Proses pembaharuan ini dimulai dengan proses pengeroposan tulang
(resorpsi) yang diikuti dengan proses pembentukan tulang (formasi) di
tempat pengeroposan terjadi, sehingga tulang pada bagian tersebut
diganti oleh tulang yang lebih baru.
Pada
osteoporosis (rapuh tulang) proses pengeroposan terjadi berlebihan,
tidak diikuti oleh proses pembentukan yang cukup, atau merupakan
kombinasi keduanya, sehingga akan ditemukan berkurangnya massa tulang
dan adanya kelainan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat
meningkatnya kerapuhan tulang serta resiko terjadinya patah tulang. Jadi
secara luas pada osteoporosis tulang mengalami mineralisasi namun
strukturnya abnormal rapuh (kebalikan dari Osteomalasia, yaitu keadaan
dengan inadekuat proses kalsifikasi matriks), kekuatannya kurang
dibanding pada orang normal dengan umur dan jenis kelamin sesuai.
Dari
gambaran radiologis ditemukan hilangnya gambaran trabekular dan
penipisan dari korteks. Istilah “osteopenia” kadang-kadang digunakan
untuk menggarmbarkan tulang yang tampak kurang densitasnya dibanding
normal pada X-ray, tanpa membedakan apakah hilangnya densitas tersebut
akibat osteoporosis atau osteomalasia, atau keadaan patologis lainnya.
Untuk menghindarkan kekeliruan tersebut osteoporosis dilihat dari BMD
dengan pemeriksaan DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry) pada tulang belakang dan panggul.
Osteoporosis
dapat ditemukan pada tulang tertentu atau kelompok tulang ---
osteoporosis regional (akibat disuse), atau tampak mengenai keseluruhan
tulang --- osteoporosis generalis. Dikenal pula pembagian
sebagai Primer, dimana tidak ditemukan adanya penyebab khusus, namun
biasanya berhubungan dengan proses penuaan dan penurunan fungsi gonadal,
dan Sekunder akibat proses endokrin, metabolik dan neoplasma.
Gambaran
dari dampak terjadinya osteoporosis sudah merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Dari hasil penelitian di Amerika Serikat lebih dari 25 juta
penduduk menderita osteoporosis, 1,3 juta darinya mengalami patah tulang
dan lebih dari 75 juta penduduk dunia mengalami osteoporosis. Untuk
Indonesia belum ada data lengkap perihal kejadian osteoporosis, namun
ditaksir pada tahun 2000 sekitar 5-6juta wanita dan 3-4juta pria
mengalami osteoporosis. Untuk masa mendatang dipekirakan sejalan dengan
jumlah lansia yang meningkat, kasus osteoporosis akan meningkat pula dan
resiko patah tulang meningkat serta biaya pengobatan/perawatan akan
meningkat pula.
Osteoporosis
merupakan penyakit tersembunyi, suatu penyakit tulang yang kejadiannya
berlangsung menahun. Keluhan atau gejala klinik yang dirasakan sangat
bervariasi, terkadang tanpa gejala dan tidak terdeteksi, sampai timbul
gejala nyeri karena mikrofraktur, untuk akhirnya mengalami patah tulang anggota gerak yang spontan karena ruda paksa yang minimal.
Secara
patologi, pada osteoporosis ditemukan ketidakseimbangan antara formasi
tulang dan resorpsi tulang yang mengenai tulang trabekular daripada
tulang cortikal, sehingga tampak adanya gambaran trabekular tipis dan
keropos. Osteoporosis pada columna vertebralis dan metafisis dari tulang
panjang tampak lebih berat, karena pada bagian ini mengandung banyak
tulang cancelous. Tulang kortikal tetap mengalami penipisan dan
pengeroposan. Karena kondisi rapuh ini mengakibatkan fraktur patologis
baik yang nyata terlihat atau hanya pada tingkatan mikroskopik karena
ruda paksa berat maupun ringan. Fraktur patologis sering terjadi pada
bagian metafisis tulang cancelous tulang panjang (columna femoris, colum
humerus, distal radius) dan tulang belakang. Mikrofraktur yang berulang
pada tulang belakang mengakibatkan deformitas baji pada tulang
belakang, sering pada thorakal 11-Lumbal 1 dan kifosis dorsal yang
lambat namun progresif serta kehilangan tinggi badan.
2. OSTEOPOROSIS PRIMER
Osteoporosis
primer umumnya tampak sebagai suatu bentuk fisiologis kerapuhan tulang
yang secara normal berhubungan dengan penuaan dan hilangnya aktifitas
gonadal. Pada sindroma post menopause dini ditemukan kerapuhan tulang yang cepat akibat peningkatan proses resorpsi oleh osteoclast (tipe 1/high turn-over osteoporosis)
sedang pada keadaan lain yang mana sering terjadi pada orang tua
ditemukan penurunan secara gradual aktivitas osteoblast serta
insufisiensi makanan dan penyakit kronis (tipe 2/low turn-over osteoporosis)
Osteoporosis Pasca Menopause
Wanita menopause dan masa 10 tahun kemudian, rata-rata percepatan tulang menjadi rapuh kurang lebih 3% per tahun, dibandingkan dengan
0,3% pada masa sebelumnya. Hal ini diakibatkan peningkatan resorpsi
tulang. Akibat tidak adanya estrogen meningkatkan aktifitas osteoclast,
pada beberapa kasus proses ini terjadi luar biasa dan menghasilkan
osteoporosis dan kerusakan skeletal.
Faktor resiko :
1. Etnis caucasoid (orang kulit putih) dan asia
2. Riwayat keluarga dengan osteoporosis
3. Riwayat anoreksia nervosa dan atau amenorrhea
4. Menopause dini
5. Riwayat histerektomi dini
6. Postur tubuh kurus
7. Riwayat insufisiensi diet
8. Alkohol
9. Perokok
10. Kurang latihan tubuh yang lama
Gambaran Klinik
- Nyeri pada tulang belakan
- Kifosis thoracik yang meningkat
- Tinggi badan “berkurang”
- X-ray
: wedging/kompresi dari satu atau lebih columna vertebralis, fraktur
pada distal radius atau bagian pangkal dari tulang-tulang lain.
- DEXA : densitas tulang belakang/columna femoris berkurang.
Pencegahan dan Penanganan
- Pemeriksaan densitometri tulang (DEXA) secara teratur.
- Pada wanita yang mendekati masa menopause disarankan untuk mempertahankan kadar kalsium dan vitamin D secara adekuat.
- Menghindari merokok dan konsumsi alkohol berlebihan.
- Bila perlu, dianjurkan mengkonsumsi suplemen kalsium dan vitamin D.
- Pengobatan estrogen (Hormonal Replacement Therapy,
HRT) merupakan cara yang paling efektif untuk mempertahankan densitas
tulang dan mengurangi resiko fraktur pada wanita menopause. Namun
ditemukan resiko perdarahan setelah menopause dan kekhawatiran tentang
peningkatan insiden kanker payudara dan rahim setelah terapi jangka
panjang.
- Bisphosphonate, mencegah rapuh tulang dan mengurangi resiko fraktur tulang belakang dan panggul.
- Calcitonin, mempunyai efek cukup baik, tersedia dalam bentuk nasal spray.
- Fluoride (sodium fluoride), merangsang aktifitas osteoblas.
Osteoporosis Senile
Lima
belas tahun setelah menopause pada wanita dan pada usia yang sama
(dekade 7-8) pada pria ditemukan hilangnya massa tulang yang stabil
sekitar 0,5% pertahun, merupakan manifestasi fisiologis dari proses
penuaan. Kebanyakan orang, sering pada wanita, kerapuhan tulang tersebut
mencapai keadaan fraktur akibat trauma ringan. Hal ini sering pada
wanita yang sudah menunjukkan tanda-tanda kekurangan massa tulang semasa
menopause, secara bermakna insidens fraktur tulang belakang meninggi
mulai pada usia 50 tahun keatas, dan pada usia 70 tahun hampir 3 wanita
kulit putih mengalami paling tidak fraktur pada 1 tulang belakang. Pada
usia 65 tahun ke atas meningkat pula insiden fraktur columna femoris.
Faktor Resiko
Faktor
resiko pada osteoporosis ini mirip dengan osteoporosis pasca menopause,
dengan beberapa tambahan. Adanya peningkatan insiden dengan riwayat
penyakit kronis, insufisiensi urinarius ringan, defisiensi diet, kurang
terpajan sinar matahari, muskular distrofi, faktor mudahnya kehilangan
keseimbangan dan peningkatan tendensi untuk jatuh. Banyak orang tua
menderita kekurangan vitamin D dan mengalami osteomalasia ringan.
Gambaran Klinik
Tanda
dan gejala lebih hebat dibanding pada osteoporosis pasca menopause.
Dapat ditemukan fraktur tulang iga dan ramus pubis. Kasus yang
klasik/tersering adlah fraktur columna femoris.
Penanganan
Penanganan
diarahkan untuk mengatasi fraktur, hal ini sering dibutuhkan fiksasi
internal (operatif), semakin cepat mobilisasi dan rehabilitasi semakin
baik.
Perlu
diperhatikan terhadap faktor-faktor yang menjadi resiko seperti riwayat
penyakit kronis, defisiensi diet, kurang terpajan sinar matahari dan
kurang latihan. Bila diragukan asupan vitamin D dan kalsium secara
adekuat dapat diberikan suplemen.
3. OSTEOPOROSIS SEKUNDER
Beberapa
keadaan merupakan penyebab osteoporosis sekunder (tabel). Yang paling
penting adalah hiperkortisonism, defisiensi hormon gonadal, alkohol
kronik dan imobilisasi.
Beberapa Penyebab Osteoporosis
1. Nutritional :
- Scurvy
- Malnutrisi
- Malabsorbsi
2. Kelainan endokrin :
- Hiperparatiroid
- Insufisiensi gonadal
- Sindroma cushing
- Tirotoksikosis
3. Obat-obatan :
- Kortikosteroid
- Alkohol
- Heparin
4. Keganasan :
- Karsinoma
- Multiple myeloma
- Leukemia
5. Penyakit non keganasan :
- Rheumatoid arthritis
- Ankylosing spondylitis
- Tuberkulosis
- Penyakit renal kronis
6. Idiopatik :
- Juvenile osteoporosis
- Post-climacteric osteoporosis
Hiperkortisonism
Kelebihan
glukortikoid ditemukan pada penyakit Cushing endogen atau setelah
pengobatan lama kortiosteroid. Hal ini sering menyebabkan osteoporosis
berat, terutama pada kondisi dimana pemberian obat berhubungan dengan
proses rapuh tulang sebagai contoh pada rheumatoid arthritis. Efek yang
timbul pda tulang terutama adalah penekanan fungsi osteoblast, namun
ditemukan pula penurunan absorbsi kalsium, peningkatan ekskresi kalsium
dan perangsangan sekresi PTH. Resorbsi tulang secara jelas meningkat dan formasi ditekan.
Penanganan
menjadi masalah karena obat tersebut sangat penting untuk mengendalikan
penyakit sistemik. Namun begitu dosis kortikosteroid harus tetap
minimum, serta preparat untuk intra artikuler dan obat kulit dapat
diserap dan mungkin menyebabkan efek sistemik bila diberikan pada dosis
tinggi atau penggunaan yang lama. Penderita yang mendapat terapi
glukokortikoid lama secara ideal perlu dipantau untuk densitas
tulangnya.
Pencegahan
dapat dilakukan dengan pemberian suplemen kalsium (paling sedikit 1500
mg per hari) dan vitamin D. Pada wanita pasca menopause dan pria lanjut
usia, terapi HRT adalah penting. Bisphosphonate juga efektif untuk
menghambat resospsi tulang.
Insufisiensi Hormon Gonadal
Kekurangan
estrogen merupakan faktor penting pada osteoporosis pasca menopause.
Juga ditemukan pada wanita muda dengan riwayat oophorectomy serta gadis
pubertal dengan agenesis ovarium dan amenorrhea primer (sindroma
Turner). Proses pengeroposan tulang berikunya dapat dicegah dengan HRT
jangka panjang.
Penurunan
fungsi testis merupakan salah satu faktor penyebab pengeroposan tulang
dan kemungkinan fraktur pada pria di atas 70 tahun, pada pria muda
dengan hipogonadism. Keadaan ini membutuhkan pengobatan testoteron
jangka panjang.
Hipertiroidism
Tiroksin
mempercepat proses pembentukan tulang dengan proses resorpsi lebih
cepat dibanding formasi. Osteoporosis sering ditemukan pada keadaan
hipertiroidism namun fraktur umumnya muncul hanya pada wanita tua yang
menderita efek kumulatif dari menopause dan kelebihan tiroid tersebut.
Pada
kasus berat dapat ditemukan osteoporosis yang berat dan menyebar,
dengan fraktur spontan, ditemukan peningkatan serum alkaline phosphate,
hipercalcemia dan hipercalciuri. Pengobatan ditujukan untuk osteoporosis
dan tirotoksikosis.
Oleh : dr Edi B Susanto SpOT
Sumber :
1. Miller, Mark D. 2000. Review of Orthopaedics. Third Edition. W.B. Saunders Co. : Philadelphia. P.32-34.
2. Salter, Robert Bruce. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System. Third Edition. Williams & Wilkins : Philadelphia. P.190-194.
3. Solomon, Louis. Warwick, Davic. Nayagam, Selvadurai. 2001. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 8th edition. Arnold : London. p.115-119.
0 komentar
Posts a comment