Selasa, 25 Maret 2014

PNEUMOKONIOSIS PENAMBANG BATUBARA ( PARU-PARU HITAM)


Oleh
Dr. Risky Akaputra, Sp.P

Istilah pneumokoniosis berasal dari bahasa yunani yaitu pneumo yang berarti paru dan konos artinya debu. Istilah ini pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke 19 untuk menggambarkan penyakit paru yang berhubungan dengan debu mineral. Pneumokoniosis merupakan kelompok penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu di daerah tambang. International Labour Organization (ILO) mendefinisikan pneumokoniosis sebagai suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu di dalam paru yang menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Bentuk kelainan yang terjadi biasanya berupa peradangan dan pembentukan jaringan fibrosis. Debu yang berukuran 0.1 – 10 mikron adalah yang gampang terhirup pada saat kita bernapas, yang berukuran lebih dari 5 mikron akan mengendap disaluran napas bagian atas. Debu berukuran 3-5 mikron akan menempel disalurun napas bronkiolus, sedangkan yang berukuran 1-3 mikron akan sampai ke alveoli. Debu-debu tersebut masuk ke dalam paru, dan akan terdistribusikan di saluran napas dan menimbulkan reaksi sistem pertahanan tubuh sebagai respon terhadap debu tersebut. Reaksi yang ditimbulkan juga bergantung terhadap komposisi kimia, sifat fisik, dosis dan lama pajanan yang menentukan dapat atau mudah tidaknya terjadi pneumokoniosis. Timbulnya reaksi debu terhadap jaringan membutuhkan waktu yang cukup lama, pada beberapa penelitian didapatkan sekitar 15 – 20 tahun. Berdasarkan penyebabnya pneumokoniosis dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu yang disebabkan oleh debu organik (bisinosis), anorganik (silika, asbes dan timah) dan pekerjaan (pneumokoniosis penambang batubara / Coal Worker’s Pneumoconiosis ) atau yang lebih dikenal dengan paru-paru hitam.
Menurut catatan pada tahun 1831 istilah pneumokoniosis penambang batubara atau miners black lung (paru-paru hitam) sudah dikenal dan dicatat dalam laporan klinis. Kemudian penelitian prospektif yang dilakukan berikutnya mendapatkan kaitan antara jumlah debu paparan yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap fungsi paru. Hal ini menjadi panduan untuk melakukan tindakan preventif dalam rangka menurunkan jumlah kasus pneumokoniosis. Prevalens pneumokoniosis di negara bagian Amerika pada tahun 1960 sekitar 30% dan angka ini jauh menurun pada tahun 2002 hanya sekitar 2.5% . Menurut data Industrial Injuries and Disablement Benefit (IIDB) kasus baru pneumokoniosis di Inggris pada tahun 2013 didapatkan sebanyak 265 kasus untuk pneumokoniosis penambang batubara dan 40 kasus pneumokoniosis lainnya. Setiap tahunnya kasus pneumokoniosis cenderung menurun, dan didapatkan terbanyak pada laki laki usia lebih dari 65 tahun. Data nasional prevalens untuk pneumokoniosis atau PPB di Indonesia masih belum ada. Penelitian tentang pneumokoniosis di Indonesia masih berskala kecil. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Razi dkk pada salah satu industri di Indonesia periode 1992 -2002 didapatkan insidens PPB sekitar 3.6%. Angka tersebut tidak jauh berbeda dibandingkan negara lainnya. Penurunan jumlah kasus baru pneumokoniosis menggambarkan kontrol perusahaan terhadap lingkungan semakin membaik.

Faktor faktor yang dapat meningkatkan resiko PPB antara lain;
  • Tipe debu; debu yang mengandung silika dapat memperberat terjadinya PPB, usia batubara juga menentukan resiko terjadinya PPB
  • Usia pekerja saat paparan debu pertama kali
  • Lama berada di tempat kerja
  • Merokok
  • Ukuran debu
  • Jenis pekerjaan, pekerja yang bertugas sebagai pemotong batu bara secara langsung memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pekerja lainnya.

Berdasarkan berat penyakit pneumokoniosis penambang batubara (PPB) dibagi dua yaitu simpleks dan kompleks. Pneumokoniosis penambang batubara simpleks biasanya tanpa gejala. Pemeriksaan spirometri tidak menunjukkan kelainan fungsi paru yang berarti. Tindakan pencegahan sangat diperlukan pada fase ini untuk mencegah progresifitas pneumokoniosis. Pneumokoniosis penambang batubara simpleks dapat berkembang menjadi kompleks dalam waktu 1 tahun. Pneumokoniosis penambang batubara kompleks biasanya disertai dengan gejala. Gejala yang timbul dapat berupa gejala respirasi seperti batuk berdahak yang cenderung menetap. Batuk pada PPB kompleks yang progresif dapat disertai dengan dahak berwarna kehitaman. Hal ini biasanya diakibatkan oleh komplikasi infeksi yang terjadi pada penderita. Gejala pernapasan lainnya seperti sesak napas terutama saat melakukan aktifitas dan nyeri dada. Gejala non respirasi yang mungkin terjadi adalah terdapat bengkak di kaki dan tungkai yang merupakan komplikasi lanjut. Pada pemeriksaan spirometri ditemukan penurunan nilai fungsi paru yang berarti. Tindakan preventif pada saat ini adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih parah. Untuk menegakkan diagnosis dari penyakit ini diperlukan anamnesis yang cermat terhadap;
  • Keluhan yang dirasakan oleh penderita.
  • Riwayat pekerjaan seperti lama bekerja, penempatan tugas, dan lingkungan.
  • Kebiasaan penderita seperti menggunakan alat pelindung diri (APD) dan kebiasaan merokok.
Pemeriksaan darah dan dahak dapat dilakukan untuk melihat kemungkinan terdapat komplikasi atau membedakan dengan penyakit infeksi lainnya. Selain itu pemeriksaan dahak juga dapat untuk mencari penyebab atau bahan biologi yang mengakibatkan pneumokoniosis tersebut. Pemeriksaan radiologi seperti rontgen dada atau CT-scan dilakukan dengan menggunakan kriteria yang dikeluarkan oleh ILO. Pada pemeriksaan rontgen dada didapatkan nodul difus dengan ukuran lebih dari 1 cm dan terdapat jaringan fibrosis. Pemeriksaan spirometri untuk menilai fungsi paru dengan mengukur kapasitas dan volume paru pada penderita PPB. Penilaian fungsi paru pada PPB simpel sering tidak menunjukkan kelainan fungsi paru sedangkan pada penderita PPB kompleks terdapat kelainan fungsi paru yang berarti. Pemeriksaan analisis debu penyebab penting dilakukan untuk membedakan pneumokoniosia penambang batubara dengan pneumokoniosis lainnya. Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan menggunakan bronkoskopi fiber dan melakukan teknik broncho alveolar lavage (BAL). Dibuat sediaan dari spesimen yang didapat dari BAL tersebut dan memeriksakannya dibawah mikroskop. Selain pengambilan spesiman dengan menggunakan teknik BAL, dapat juga dilakukan biopsi jarum atau biopsi terbuka

Hingga saat ini tidak terdapat pengobatan yang mampu mengembalikan fungsi paru kembali normal atau menghambat progresivitas PPB. Pengobatan yang diberikan pada penderita PPB berdasarkan gejala yang didapatkan pada penderita. Pengobatan yang dilakukan seperti pemberian oksigen dengan menggunakan nonrebreather mask (NRM) , obat batuk dan pelega napas untuk meringankan keluhan penderita saja. Oleh karena itu pencegahan untuk terjadinya pneumokoniosis memiliki peran yang sangat penting. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pneumokoniosis penambang batubara seperti dilakukan pemeriksan radiologi atau medical check up berkala. Pemeriksan medical check up ini dapat dilakukan dengan rentang waktu 5 tahun sekali. Pekerja yang berhasiil di jaring dalam medical check up dapat dilakukan penyesuaian tempat bekerja. Regulasi dalam pekerjaan dan melakukan kontrol terhadap kadar debu di lingkungan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Melakukan kontrol terhadap kebiasaan pekerja juga dapat dilakukan. Seperti pekerja tambang yang memiliki kebiasaan merokok dapat dikonsultasikan pada klinik berhenti merokok. Penggunaan alat pelindung diri seperti masker diwajibkan untuk dipakai selama bekerja terutama pekerja yang berada dilingkungan yang berisiko. Tindakan pencegahan lainya adalah melakukan pemberian vaksinasi kepada para pekerja untuk mencegah terjadinya infeksi.

Daftar Pustaka

  1. Cowie RL, Murray JF, Becklake MR. Pneumoconiosis. In: Mason RJ, Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA, editors. Textbook of Respiratory Medicine. 4th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. p. 1748-82.
  2. Susanto AD, Pneumokoniosis , J Indon Med Assoc, Vol: 61, Desember 2011, p503-10.
  3. Cullinan P , Tarlo MS, Introduction. In: Cullinan P , Tarlo MS, Nemery B, editors Occupational and Environmental Lung Diseases. 1st Ed. UK: John Wiley & Sons; 2010. P.5-6
  4. Razi F, Amri Z, Ichsan M, Faisal Yunus F. Pengaruh Debu Batubara terhadap Paru Pekerja Tambang Penggalian. Maj Kedokteran Indonesia, Vol : 58, Feb 2008. P.35-40
  5. Merchan A, Taylor G, Hodous TK. Coal workers pneumoconiosis and exposure to other carbonceous dust.

0 komentar

Posts a comment

 
© Antam Medika
Designed by Team AntamMedika
Back to top